I.Prolog
Syiah adalah salah satu kelompok dalam agama Islam, bisa kita
katakan juga sebagai pengikut yang membela Ali bin Abi Thalib, serta
keturunnya. Pengaruh Syiah sangatlah besar, terutama di Timur Tengah, dari dulu
hingga kini.
Di Syiah terdiri dari banyak kelompok, tetapi ada tiga kelompok
besar yang sangat berpengaruh dalam sejarah, yakni Syiah Zaidiyyah, Syiah
Ismailiyyah, dan Syiah Itsna ‘Asyar. Dari ketiga kelompok tersebut, hanya Syiah
Zaidiyyah yang tercatat dalam buku-buku ulama, sebagai satu-satunya kelompok
yang ajarannya mendekati ahlu sunnah, dibanding dengan dua kelompok lainnya
yang sudah sangat menyesatkan.
Bagaimana perkembangan Syiah dan sejarahnya, hingga bisa kokoh
sampai sekarang, serta bagaimanakah sikap kita terhadap aliran Syiah yang akan
menjadi pokok masalah dalam tulisan
berikut.
II A.Pengertian Syiah
Syiah secara bahasa
artinya tersebar luas, atau pengikut suatu aliran tertentu. Dan tidak kita
temukan arti Syiah secara istilah secara sempurna, tetapi bisa kita umumkan
arti istilahnya, yakni kelompok yang mendukung penuh akan Ali bin Abi Thalib. Kita
bisa temukan kata Syi’ah di dalam Al-Qur’an:
إنّ الذين فرّقوا دينهم و كانوا شيعا ... (الأنعام : 159)
من كلّ شيعة (مريم : 69)
ولقد أهلكنا أشياعكم (القمر : 51)
II B.Permulaan Syiah
Banyak perbedaan pendapat antara para ulama
mengenai asal-muasal Syiah, pendapat pertama yaitu setelah wafatnya Rasulullah
Saw, di saat adanya musyawarah antara para pemimpin kaum Anshar dan Muhajirin. Ketika
terpilihnya Abu Bakar As-Siddiq menjadi khalifah, ada beberapa sahabat yang
menentang pendapat ijma’ musyawarah ini, mereka menginginkan Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah setelah Nabi Saw.
Dan pendapat kedua, sejak zaman khilafah
Ali bin Abi Thalib ra, yang bertentangan dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Maka
ketika itu pengikut Ali bin Abi Thalib adalah kaum Syiah, sedangkan pengikut
Mu'awiyah bin Abi Sufyan adalah kaum ahli sunnah. Tapi sebenarnya perkataan ini
adalah salah.
Sesungguhnya ahlu sunnah (di zaman tersebut)
adalah yang berkeyakinan atas kebenaran (al-haq) pendapat Ali bin Abi Thalib
ketika terjadi perbedaan dalam “Siapa yang berhak atas Khilafah”, antara Ali
bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah. Sedangkan Mu'awiyah sudah ber-ijtihad, tetapi
belum mencapai derajat kebenaran dalam memecahkan masalah tersebut. Maka tidak
benarlah jika ada pendapat yang mengatakan bahwa Syiah muncul ketika zaman Ali
bin Abi Thalib.
Pendapat ketiga, asal mula Syiah terjadi
ketika ada fitnah yang disebarkan oleh seorang Yahudi Yaman, Abdullah bin Saba’
(ketika zaman khalifah Utsman bin Affan).
Abdullah bin Saba’ menentang akan khilafah Utsman bin Affan, dan memfitnahnya,
hingga terbunuhnya beliau.
Pendapat keempat, bahwasanya permulaan
Syiah setelah syahidnya Husein bin Ali Abi Thalib . Pendapat ini sangat masuk
akal bagi kita. Sebab Husein bin Ali bin Abi Thalib keluar dari kekhilafahan
Yazid bin Mu'awiyah, dan berangkat menuju Irak untuk memenuhi panggilan kaum
Irak yang mendukung pendapat Husein tersebut. Tetapi pada akhirnya, mereka berkhianat
dari Husein, dan syahidlah Husein di Karbala. Setelah kejadian itu, kaum Irak
menyesal karena sudah berjanji akan mendukung Husein sepenuhnya. Dan keluarlah
mereka dari Daulah Bani Umayyah.
Perkembangan Syiah di saat syahidnya Husein,
hanya sebatas perkembangan di bidang politik yang menentang Daulat Bani
Umayyah.
II C.Kelompok-kelompok Syiah
Sebenarnya Syiah terdiri dari puluhan
kelompok yang kita sampai sekarang tidak bisa merincikannya dengan detail, tapi
diantara beberapa kelompok Syiah yang terkenal adalah:
v
Kelompok Syiah di zaman awal berkembangnya:
a) Syiah
Al-Gholiyah, kelompok yang berlebih-lebihan dalam meminta hak
mereka (khususnya masalah imamah), hingga mereka berani menyatakan bahwa imam
mereka adalah Tuhan. Diantara kelompok ini adalah:
1.
“As-Sab-iyyah”, didirikan oleh
Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi Yaman). Kelompok inilah yang menyatakan
bahwa ditemukan “wasiat” di kitab Taurat, yang berisi bahwa setiap nabi
memiliki wasiat. Contohnya Yusya’ bin Nun (murid Nabi Musa) diwasiatkan oleh
Nabi Musa untuk meneruskan kepemimpinan atas Bani Israil. Begitu juga Nabi
Muhammad Saw mewasiatkan serupa kepada Ali bin Abi Thalib. Kelompok ini juga
yang menyatakan akan adanya faham
“at-taqiyyah”
dan menuhankan Ali bin Abi Thalib.
2. “Al-Kisaniyyah”, didirkan oleh
Al-Mukhtar bin Abi ‘Abid At-Tsaqofi, yang dijuluki “Kiisan”.
3. “Al-Mansuriyyah”,
didirikan
oleh Abu Mansur Al-‘Ajaliy. Yang menyatakan bahwa Allah Swt pernah berbicara
langsung dengannya. Abu Mansur berasal dari Kufah, Irak. Dia seorang yang buta,
tidak bisa membaca. Dia juga yang menganggap bahwa “Al-Baqir” (Imam Syiah
keenam) mewasiatkan agar dia menggantikan menjadi imam sepeninggalannya nanti.
4. “Al-Bayaniyyah/
As-Sam’iyyah”, didirikan oleh Bayan bin Sam’an An-Nahriy (seorang
Yahudi yang menentang ajaran Islam). Ajaran ini muncul di abad pertengahan
kedua Hijriah di Irak.
5. “Al-Mu’awiyyah”,
didirikan
oleh Abdullah bin Mu’awiyah. Kelompok inilah yang memiliki keyakinan “tanasukhu
al-arwah”, artinya penggabungan manusia dengan Tuhan, yakni Ruh Allah
bergabung dengan jasad Adam, seperti halnya Ruh Muhammad Saw di dalam jasad Ali
bin Abi Thalib.
6. “Al-Khothobiyyah”,
didirikan
oleh Abi Al-Khithab Muhammad bin Abi Al-Ajda’ Al-Asadiy. Yang menyatakan bahwa
Allah berada di lima jasad (Al-Makhmasiyyah): Nabi Muhammad Saw, Ali bin
Abi Thalib, Fathimah bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan Husein bin Ali. Dan
kelompok ini juga yang berpendapat bahwa harus ada dua pemimpin di satu
kelompok setiap zamannya, seperti Nabi Muhammad Saw dengan Ali bin Abi Thalib.
Kelompok ini terpecah menjadi empat, yaitu : Al-Mu’ammariyyah,
Al-Yazi’iyyah, Al-‘Ajaliyyah, dan Al-Mufhadhiliyyah.
7. “Al-‘Ulyaiyyah”,
kelompok
ini juga yakin akan Al-Makhmasiyyah.
8. “An-Nashriyyah”,
didirikan
oleh Muhammad bin Nasir An-Namiriy yang hidup di abad ketiga Hijriah. Kelompok
ini juga menuhankan Ali bin Abi Thalib. Dan juga yakin akan penggabungan ruh
Kudus kepada manusia (tanasukh arwah). Kelompok ini masih ada hingga
sekarang di Syiria, Lebanon Utara, Turki Selatan, Iran, Kurdistan, dan Turkmenistan.
v
Syiah Zaidiyyah:
b) Kelompok
Syiah Zaidiyyah Lama:
1. “Al-Bitriyyah/
As-Sholihiyyah”, didirikan oleh Hasan bin Sholih bin Hayy, dijuluki
dengan “Al-Abtar”.
2. “As-Sulaimaniyyah/
Al-Jaririyyah”, didirikan oleh Sulaiman bin Jarir Ar-Roqqiy.
3. “Al-Jarwadiyyah”,
didirikan
oleh Abi Al-Jarwadi.
c) Kelompok
Syiah Zaidiyyah di zaman pertengahan:
1. “Al-Muthrofiyyah”,
didirikan
oleh Muthrof bin Syihab.
2. “Al-Hasaniyyah”,
didirikan
oleh Hasan Al-Mutsniy.
v
Syiah Al-Imamiyyah:
d) Syiah
Al-Imamiyyah Itsna ‘Asyar
e) Syiah
Al-Imamiyyah Ismailiyyah
f)
Syiah Ad-Duruz
v
Syiah di zaman sekarang:
g) Syiah
Al-Babiyyah
h) Syiah
Al-Bahaiyyah
II D.Ajaran dan pemahaman Syiah
Diantara penyimpangan ajaran Syiah yang
bisa merusak kemurnian Islam adalah:
a) Salah
satunya adalah pengkultusan Imamiyah. Mereka menolak khalifah yang ada, dan
menggantinya dengan Imam –imam Syiah mereka. Dan 12 Imam Syiah mereka antara
lain:
1. Ali
bin Abi Thalib “Al-Murtadho” (23 QH-40 H/ 600 M-661 M)
2. Hasan
bin Ali “Az-Zakiy” (3 H-50 H/ 624 M-670 M)
3. Husein
bin Ali “Sayyidu As-Syuhada” (4 H-61 H/ 625 M-680 M)
4. Ali bin
Husein “Zainal Abidin” (38 H-94 H/ 658 M-712 M)
5. Abu
Ja’far Muhammad bin Ali Zainal Abidin “Al-Baqir” (57 H-114 H/ 676 M-732 M)
6. Ja’far
bin Muhammad Al-Baqir “As-Shodiq” (80 H-148 H/ 699 M- 765 M)
7. Musa
bin Ja’far “Al-Kadzim” (128 H-183 H/ 745 M- 799 M)
8. Ali
bin Musa “Ar-Ridho” (153 H- 203 H/ 770 M- 818 M)
9. Muhammad
bin Ali “Al-Jawwad” (195 H-220 H/ 811 M-835 M)
10. Ali
bin Muhammad “Al-Hadi” (214 H-254 H/ 829 M- 868 M)
11. Al-Hasan
bin Ali “Al-‘Askari” (214 H- 254 H/ 829 M- 868 M)
12. Muhammad
bin Al-Hasan Al-‘Askari “Al-Mahdi” (256 H- wallahu a’lam/ 870 M- wallahu a’lam)
b) Sifat-sifat
Imam Syiah (menurut mereka):
v
Imam Syiah adalah suci dari kesalahan dan
dosa, dan tergolong dari manusia yang paling sempurna dari lainnya (dari segi
agama dan derajat di hadapan Allah Swt).
v
Seorang Imam Syiah harus mahir dalam ilmu
perpolitikan dan paham akan seluruh hukum-hukum syariah. Tentunya ilmu mereka
dari ilmu laduni, ilmu yang tanpa batas, karena Imam Syiah memiliki ruh
kudus yang masuk ke dalam tubuh mereka. Sehingga derajat Imam Syiah bisa lebih
tinggi daripada nabi sekalipun, karena ruh kuduslah yang memberi ilham kepada
nabi.
c) Kelompok
Syiah Itsna ‘Asyar meyakini akan “Ar-Roj’ah”, yakni percaya bahwa Allah
Swt akan membangkitkan ahlu bait Rasulullah yang terdzolimi untuk melawan
kedzoliman di hari-hari sebelum kiamat nanti. Kelompok ini merujuk kepada ayat
Al-Qur’an:
قالوا ربّنا أمتّنا اثنتين و أحييتنا اثنتين فاعترفنا
بذنوبنا فهل إلى خروج من سبيل (سورة الغافر: 11)
Penafsiran mereka tentang ayat ini, adalah
semoga kedzoliman sirna di hari kiamat, dengan dibangkitkannya ahlu bait Nabi
Saw. Padahal, sesungguhnya tafsir mereka salah. Seharusnya ayat ini digunakan
untuk penghapusan keyakinan akan adanya “Ar-Roj’ah”, seperti di kehidupan
setelah mati, dan di alam kubur.
d) Penafsiran
mereka tentang Imam Syiah kedua belas(Muhammad bin Al-Hasan Al-‘Askari) adalah
bahwa dia belum meninggal ketika kecil, tetapi berada di ruang bawah tanah di
salah gunung, dan masih hidup hingga sekarang. Dan dia juga berperan sebagai
“Al-Mahdi” di hari nanti.
e) Mereka
(khususnya kelompok Syiah Farisiyah/ Iran sekarang) membuat peraturan mutlak
yang menjadi warisan hingga sekarang, salah satunya adalah Imam (ketua) Syiah
harus dari keturunan Ali bin Abi Thalib, dan diikuti selanjutnya jika Imam
Syiah wafat.
f) Mereka
(kelompok Syiah Farisiyah) mensucikan Imam Syiah dan berhak atas penentuan
peraturan. Imam Syiah suci dari segala kesalahan dan dosa, dan perkataan Imam
Syiah adalah peraturan yang harus ditaati oleh kaum Syiah semuanya.
g) Mereka
sangat memusuhi sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw, termasuk di dalamnya
memusuhi Abbas, paman Rasulullah Saw serta anaknya, Abdullah bin Abbas. Bahkan
kelompok Syiah mengkafirkan para sabahat.
h) Mereka
menyatakan bahwa beberapa kota Islam adalah tempat kafir, dan mengkafirkan
penduduk Madinah, Mekkah, Syam, dan Mesir.
i)
Mereka tidak menerima seluruh pendapat dan
ijtihad Ulama Sunnah, serta menolak semua buku-buku Sohih Sunnah, seperti
Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Hanbali, dan lainnya.
j)
Karena kelompok Syiah menolak serta tidak
menganggap riwayat hadist para sahabat dan tabi’in, maka mereka berpegang teguh
terhadap perkataan Imam Syiah untuk pedoman ajaran mereka, walaupun riwayat
Imam Syiah itu dalam derajat dho’if.
k) Pesatnya
ajaran Syiah terlebih setelah meninggalnya Imam kesebelas mereka (Al-Imam
Al-Hasan Al-‘Askari). Banyak buku-buku tentang pemikiran dan pemahaman yang
dibuat oleh ulama Syiah, dan disebarkan di Faris (Iran) khususnya, dan negara-negara
Islam lainnya.
Dan diantara beberapa penafsiran salah
ulama Syiah tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib atas khalifah, yaitu:
v
Mereka memegang teguh dengan hadist “Al-Ghodir”,
ketika itu Rasulullah berseru kepada ummatnya (sepulangnya beliau dari Haji
Wada’) bahwasanya Ali bin Abi Thalib adalah Imam setelah beliau nanti.
قال النبي صلّى الله عليه و سلم : من كنت مولاه
فعليّ مولاه
Padahal seharusnya tidak demikian, arti
dari “المولاة” adalah "النصرة و المناصرة"
Dan juga istilah “المولاة”
bukan berarti berhak akan menjadi Imam (dari segi
politik, pemerintahan, dan menangani masalahat
ummat Islam).
v
Mereka juga memegang teguh wasiat Rasulullah
Saw atas Ali bin Abi Thalib tentang Imamah, dengan hadist “Al-Munzalah”.
قال النبي صلّى الله عليه و سلم : أنت منّي بمنزلة هارون
من موسى، إلاّ أنّه لا نبيّ بعدي
Pendapat tersebut tidak demikian, karena
Nabi Harun pada kenyataannya tidak meneruskan Nabi Musa untuk memimpin Bani
Israil, dan Nabi Harun wafat sebelum Nabi Musa.
v
Mereka juga memegang teguh dengan hadist “Ad-Dar”,
di awal da’wah Nabi Saw di Mekkah. Ketika itu Rasulullah Saw mengumpulkan
kerabatnya, salah satunya Ali bin Abi Thalib (ketika itu dia masih kecil).
قال النبي صلّى الله عليه و سلم : إنّ هذا أخي و وصي و
خليفتي فيكم
Pendapat tersebut bukan demikian, karena
maksud Rasulullah bahwa Ali bin Abi Thalib adalah termasuk salah satu dalam “awwalun
as-sabiqun”, tidak dimaksudkan dengan wasiat Nabi Saw kepada Ali bin Abi
Thalib.
v
Kesemua hadist di atas adalah hadist
Ahad. Dan kita sudah mengetahui bahwa hadist Ahad hanya digunakan dalam
maslahat ‘amaliyah sehari-hari kita. Tapi tidak boleh digunakan dalam
permasalah aqidah, terlebih aqidah imamah.
III.Perkembangan Syiah
Setelah syahidnya Husein, ada beberapa
keturunan Ali bin Abi Thalib yang melanjutkan perjuangan kelompok Syiah,
seperti Zainal Abidin bin Husein dan Zaid bin Ali bin Zainal Abidin.
Keluarnya Zaid dari Daulah Khilafah Bani
Ummayah, membuat khalifah Hisyam (ketika itu khalifah Hisyam bin Abdul Malik
yang memerintah Daulah Umayyah) geram, karena kebangkangan Zaid yang keluar
dari Daulah Bani Ummayah. Maka terbunuhlah dia pada tahun 122 Hijriah.
Muncullah setelah kematian Zaid mazhab Syiah yang kita kenal sekarang
Az-zaidiyyah, mazhab ini tersebar di Yaman. Sebenarnya pembangkangan Zaid
terhadap Daulah Umayyah, tidak lain karena tersebarnya kedzoliman yang
dilakukan pemerintah Daulah Umayyah terhadap ummat Islam, terkhusus terhadap
ahlu Bait Rasulullah Saw. Kita bisa mengingat ulang huru-hara pada tanggal 27
Dzulhijjah 63 Hijriah (27 Agustus 683 Masehi), yaitu masuknya pasukan Yazid bin
Mu’awiyah dengan berjumlah 12,000 tentara Syam, dan dikomandani oleh Muslim bin
‘Uqbah. Ketika itu pasukan Yazid bin Mu’awiyah memporak-porandakan kota Madinah
dalam beberapa hari, serta membunuh penduduk Madinah, memperkosa wanita-wanita,
dan membakar rumah mereka.
Sejak runtuhnya Daulah Khilafah Umayyah,
dan berganti menjadi Daulah Khilafah Abbasiyah pada tahun 132 Hijriah, maka
muncullah kelompok baru Syiah yang bernama “At-Tholobiyyin”, kelompok
inilah yang menentang Daulah Abbasiyah. Sedangkan Syi’ah dengan pesat tersebar
juga di daerah Faris (yang kita kenal Iran sekarang), dan bangsa Faris penganut
Syiah berpendapat bahwa merekalah yang memiliki derajat tinggi dibandingkan
dengan ummat Muslimin lainnya, oleh karena itu kelompok Syi’ah di Iran terkenal
dengan nama “As-Syu'ubiyyah”.
Setelah Al-Hasan Al-‘Askari (Imam Syiah kesebelas)
meninggal, Syiah pecah menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok Syiah
memiliki ajaran masing-masing. Dan diantaranya yang paling terkenal adalah
kelompok Syiah Itsna ‘Asyariyah, tetapi ada lagi kelompok yang paling berbahaya
diantara kelompok Syiah, yaitu Syiah Ismailiyah dan Syiah
Al-Qoromitoh.
Syiah Ismailiyah berdiri atas usaha seorang
Rahib Yahudi yang ingin menyesatkan ummat Islam, yaitu Maimun Al-Qoddah. Dia
mengaku bahwa dia adalah seorang muslim, padahal tidak. Dia selalu bersahabat
dengan Muhammad bin Ismail bin Ja’far As-Shidiq.
Maimun Al-Qoddah memiliki taktik yang
sangat picik dalam menyebarkan Syiah Ismailiyah, diantaranya:
a) Memberi
nama anaknya dengan nama Muhammad (Abdullah), agar suatu saat ummat Yahudi
mengklaim bahwa anak Maimun Al-Qoddah adalah keturunan Muhammad bin Ismail bin
Ja’far As-Shodiq (termasuk keturunan dari Rasulullah).
b) Syiah
Ismailiyah mengklaim juga bahwa yang berhak atas kepemimpinan Daulah Islam
harus dari keturunan Ismail Ja’far As-Shodiq.
c) Banyak
dari ajaran Syiah Ismailiyah dibuat oleh Maimun Al-Qoddah yang sangat menyimpang
dari ajaran Islam sebenarnya.
d) Diantara
ajaran menyimpang itu adalah Syiah Ismailiyah menuhankan Imam mereka.
e) Bukan
hanya itu saja, mereka juga tidak menganggap akan peran sahabat Nabi, bahkan
mereka menghina Rasulullah Saw, tetapi dilain sisi, mereka menyatakan bahwa
mereka adalah keturunan Nabi Saw.
f) Dan
yang paling keji dari perbuatan mereka, dengan membunuh kebanyakan ulama ahli
Sunah di beberapa daerah Islam.
Beberapa petinggi Syiah Ismailiyah yang
memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran mereka, yaitu Husein Al-Ahwazy
(dia termasuk pendiri ajaran Syiah Ismailiyah), dan bertugas di Busroh, Irak. Juga
Hamdan bin Asy’at, tapi ada yang mengatakan bahwa dia bukan muslim, melainkan
Majusi Faris (Iran sekarang), dan ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah
seorang Yahudi Bahrain. Julukan bagi Hamdan ketika itu “Qurmut”, yang nanti
akan menjadi nama kelompok “Al-Qoromitoh”, cabang dari Syiah Ismailiyah.
Syiah Al-Qoromitoh adalah kelompok yang
paling dekat dengan pencapaian penguasaan atas Daulah, tidak lain karena atas
usaha Rustam bin Husein yang menyebarkan ajaran ini di Yaman, serta membuat
Daulah Qoromitoh di sana. Dari sanalah tersebar ajaran ini ke Magrib dan
Bahrain.
Salah satu perbuatan mereka yang amat
tercela adalah pembunuhan atas jamaah Haji, penghancuran Masjidil Haram, di
hari At-Tarwiyah pada tahun 317 Hijriah, serta pencurian Hajar Aswad dari
Ka’bah ketika itu. Hajar Aswad tersebut ditaruh di Ibukota Syiah Al-Qoromitoh
selama 22 tahun, lalu pada tahun 339 Hijriah, dikembalikannya kepada tempat
asalnya, Ka’bah.
Kelompok selanjutnya, Syiah Ismailiyah yang
menjadikan salah satu daerah di Magrib, sebagai basis ajaran mereka, serta menganggap
daerah itu cocok untuk menyebarkan ajaran mereka, dan pengusungnya Abu Abdillah
As-Syi’i. Di sinilah asal mulanya Daulah Syiah sebenarnya, setelah mengangkat
Ubaidillah bin Al-Husein bin Ahmad bin Abdullah bin Maimun Al-Qoddah menjadi
Imam Mahdi bagi mereka. Bahkan mereka menganggap bahwa para imam sebelum Ubaidillah
(keturunan Ismail bin Ja’far As-Sodiq) terhapus dan tidak dianggap sebagai Imam
Syiah. Lalu mereka membuat Daulah baru dengan nama “Al-Fatimiyah”, diambil dari
Sayyidah Fatimah binti Rasulullah Saw.
Daulah Fatimiyah (Syiah Ismailiyah)
menyebarkan ajarannya dan wilayah kekuasaan ke bagian utara Afrika (Mesir) atas
usaha komandan perang mereka, Jauhar As-Soqli Al-Ismaili di zaman Mu’iz
Al-‘Abidi memimpin Syiah (Seharusnya bukan Daulah Fatimiyah, tapi Daulah
“Al-‘Abidi”). Setelah itu didirikanlah kota Kairo, serta Masjid Azhar, dan dari
sanalah tersebar Syiah Ismailiyah ke seluruh Mesir, Hijaz, dan Syam. Penyebaran
Syiah Ismaliyah pesat sekali, hingga terhapusnya ajaran tersebut di zaman
kekuasaan Solahuddin Al-Ayyubi tahun 567 Hijriah.
Hingga kini kina mengenal Syiah lebih
banyak pengikutnya di Negara Iran, yang diketuai oleh Al-Khumaeni As-Syi’iyah
Itsna Asyar.
IV.Sejarah Syiah di Lebanon, dari dahulu hingga kini
Di Lebanon, berdiri kelompok Syiah dengan
nama “Hizbullah”, dan di sana terdapat 18 kelompok agama, sedangkan ada tiga
kelompok yang cukup terkenal dan besar di Lebanon, yaitu kelompok Muslim
Sunnah, kelompok Syiah Itsna ‘Asyar, dan kelompok Nasroni Al-Muwarinah.
Zaman keemasan Hizbullah terjadi pada tahun
1959 M, tidak lain karena peran penting dari Musa As-Sodri. Dia lahir pada
tahun 1928 M di kota Qumm, Iran. Dan belajar mazhab Itsna ‘Asyar di sana, lalu
melanjutkan jenjang pendidikannya di Universitas Qumm, di sana juga dia belajar
banyak ilmu fiqih dan mantiq. Setelah itu dia berhijrah ke kota Najaf, Irak
pada tahun 1954 M untuk belajar lebih dalam tentang Syiah. Selepas itu, barulah
dia pergi ke Lebanon pada tahun 1959 M, hingga akhir usianya.
Musa As-Sodri datang ke Lebanon dengan
membawa dua misi penting:
a) Dia
membawa ajaran Syiah dan ingin mendirikan Daulah Syiah di Lebanon. Karena dia
tahu ketika itu orang-orang Syiah di Lebanon hanya mengenal Syiah sekedar nama
saja, tapi tidak mengetahui lebih dalam mazhab Syiah.
b) Dia
membawa harta melimpah ke Lebanon untuk memudahkannya dalam menyebarkan ajaran
Syiah disana. Karena di kala itu para pemuka Syiah memiliki derajat serupa
dengan Ahlu bait Rasulullah Saw (menurut mereka), jadi mereka berhak atas harta
20% dari tabungan Syiah.
Perlu kita ketahui kenapa Musa As-Sodri
begitu mengetahui seluk beluk Lebanon, karena dia hafal dan jeli akan asal-usul
Lebanon serta kebutuhan masyarakat Lebanon ketika itu. Begitu pula harus kita
ketahui hubungan dia dengan Khumaeni bukan sekedar hubungan politik saja,
melainkan karena Khumaeni menikah dengan anak perempuan dari kakak perempuan
Musa As-Sodri, begitu pula anak Musa As-Sodri menikah dengan cucu perempuan
Khumaeni.
Maka tempat pertama yang disorot Musa
As-Sodri untuk menyebarkan ajaran Syiah di barat Lebanon, karena di situlah sangat
banyak pengikut Syiah. Pertama kali yang dia lakukan adalah mendirikan tempat
perlindungan serta pertolongan bagi kaum fakir miskin, juga dibangunnya
sekolah-sekolah, dan rumah sakit di sana. Inilah permainan Musa As-Sodri dalam
menyebarkan ajaran Syiah di Lebanon. Terlebih lagi dia mengetahui bahwa
kelompok Nasroni Al-Maruni adalah kelompok terkuat dan disegani di Lebanon
ketika itu, dan ajaran Islam sunnah kurang diminati dan jarang sekali penyebarannya
disana.
Oleh karena itu, Musa As-Sodri melobi
kelompok Nasroni Al-Maruni serta bersahabat dekat dengan kelompok itu, sebab
dia tahu Syiah di Lebanon bisa berdiri dan berkembang hingga sekarang berasal
dari pecahan kelompok Islam sunnah. Dari sinilah dia mengarang cerita bohong
tentang para sahabat Nabi Saw. Puncak kejayaan Syiah di Lebanon terjadi pada
tahun 1967 M. Ketika itu diadakan perkumpulan sesama Syiah yang menghasilkan
didirikannya Majlis Besar Islam Syiah di Lebanon, dan Musa As-Sodri
menjadi ketua pertama.
Pada tahun 2006 hingga sekarang, Hizbullah
Lebanon dikomandani oleh Hasan Nasrullah, seorang pemuka Syiah yang disegani
oleh kaumnya. Kita mengetahui bahwa Hizbullah Lebanon ingin menjadikan Negara
Lebanon sebagai basis kekuatan Syiah, bahkan ingin dijadikannya menjadi daulah
Syiah Lebanon, seperti Iran sekarang. Dan masyarakat Lebanon sekarang sadar
akan bahaya Syiah jika melebarkan sayapnya ke seluruh penjuru Lebanon. Mereka
tahu bahwa maksud Hizbullah Syiah ingin mendirikan Daulah di Lebanon tidak lain
hanya ingin menambah pasukan bersenjata dan kekuatan militer bagi Syiah, dan
ini yang ditakutkan masyarakat Lebanon kebanyakan.
V.Syiah di Yaman
Pada tahun 199 Hijriah, yaitu pada zaman
Khalifah Al-Ma’mun, ada seorang Syiah Zaidiyah, Muhammad bin Ibrohim Thobathiba
dari Kufah, Irak, yang mengutus anak pamannya, Ibrohim bin Muhammad ke Yaman
agar ajaran mereka tersebar luas.
Dan kita sudah tidak asing lagi dengan
ajaran Syiah Zaidiyah, yang didirikan oleh Zaid bin Husein bin Ali bin Abi
Thalib. Beliau lahir di kota Madinah (masa hayatnya dari tahun 79 Hijriah – 122
Hijriah/ 690 Masehi – 743 Masehi). Dia adalah seorang yang ‘alim, faqih, hafal
Al-Qur’an, faham akan ilmu faro’id (al-mawarist), memegang teguh sunnah
Nabi Saw, ‘arif tentang ta’wil sebagaiman juga dia ‘arif dengan tanzil
Al-Qur’an, mengerti ayat-ayat nasikh dan mansukh.
Kita beralih menuju cerita Kholifah
Al-Ma’mun (ketika itu masih zaman Daulah Abbasiyah) yang berhasil melumpuhkan
kekuatan revolusi Syiah Zaidiyah di Kufah (atas prakasa Muhammad bin Ibrohim
Thobathiba), tetapi Kholifah Al-Ma’mun belum berhasil melumpuhkan Syiah
Zaidiyah di Yaman (yang ketika itu diketuai oleh Ibrohim bin Muhammad).
Maka Kholifah Al-Ma’mun melakukan diplomasi
dengan Ibrohim bin Muhammad, untuk membolehkan Syiah Zaidiyah di Yaman, dengan
syarat tetap berada di bawah naungan Daulah Abbasiyah.
Pada tahun 284 Hijriah, Yahya bin Husein
Ar-Rusi bisa mendirikan daulah Zaidiyah di Yaman dikenal dengan “Daulah Bani
Ar-Rusi” (Daulah A’immah), karena ketika itu lemahnya pengaruh dan
kekuasaan daulah Abbasiyah atas daerah-daerah kekuasaannya.
Ternyata di Yaman tidak hanya Syiah
Zaidiyah dan Ismailiyah saja yang berkembang, di sana juga terdapat Kelompok Syiah
Hautsiyyin. Kelompok ini bermula pada tahun 1986 M, tepatnya Timur kota
Son’a, Yaman. Di sana terdapat kelompok besar Syiah Zaidiyah, di bawah
kepemimpinan Badruddin Al-Hautsi. Dia adalah seorang alim ulama Syiah Zaidiyah.
Pada tahun 1990 M, terjadi peristiwa besar
di Yaman, yakni penyatuan seluruh wilayah Yaman. Di sinilah Husein Badruddin
Al-Hautsi (anak Badruddin Al-Hautsi) memiliki andil dalam kepentingan Syiah
Zaidiyah, yaitu menjabat sebagai salah satu anggota parlemen pemerintah Yaman,
dari tahun 1993 sampai dengan 1997.
Dan seiring berjalannya waktu, terjadi
perselisihan antara Badruddin Al-Hautsi dengan ulama-ulama Syiah Zaidiyah
mengenai fatwa imamah Syiah Zaidiyah di Yaman. Menurut Mujiddin Al-Mu’ayyadi
(ketua ulama-ulama Syiah Zaidiyah yang menentang pandangan Badruddin) bahwa
siapa saja berhak atas menjadi imam Syiah Zaidiyah di Yaman, tanpa harus dari
keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, maupun Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Maka pendapat ulama-ulama tersebut
ditentang keras oleh Badruddin Al-Hautsi, terlebih Badruddin adalah penganut
kelompok “Al-Jarwadiyyah” (salah satu kelompok Syiah Zaidiyah, yang
memiliki pola pikir serupa dengan Syiah Itsna ‘Asyar). Oleh karena itu, dia
menulis buku yang berjudul “Az-Zaidiyah fi-l-Yaman”. Buku itu mengulas
adanya hubungan dekat antara Syiah Zaidiyah dan Syiah Itsna ‘Asyar, padahal
seharusnya tidak demikian. Akibat perdebatan sengit ini antara dia dengan
ulama-ulama Syiah Zaidiyah Yaman lainnya, dia terdesak dan hijrah menuju
Teheran, Iran, dan tinggal di sana dalam beberapa tahun.
Sejak tahun 1997, ternyata ajaran dan
pemikiran Syiah Itsna ‘Asyar mulai menyebar. Dan di tahun yang sama, Husein
Badruddin Al-Hautsi memisahkan diri dari Partai Al-Haqq, lalu bergabung
dengan kelompok “tsaqofiyah diniyah fikriyah” dari aliran sunni (Partai “At-Tajammu’
Al-Yumna Li-l-Ishlah”). Tetapi dia akhirnya memisahkan diri lagi pada tahun
2002 dengan membawa pengikutnya.
Pada tahun tersebut pula, alim ulama Yaman
sepakat untuk memulangkan Badruddin Al-Hautsi dari pengasingan. Maka akhirnya
dia kembali dari Teheran, Iran.
Pada tahun 2004, terjadi pemberontakan
kelompok Syiah Al-Hautsi, atas perintah Husein Badruddin Al-Hautsi, mereka
menguasai jalan-jalan di Yaman, dengan satu tuntutan agar invasi Amerika
terhadap Irak dihentikan. Bahkan ketika itu pulalah Husein Badruddin Al-Hautsi
mengaku bahwa dialah Imam Mahdi, serta menganggap dirinya sebagai Nabi.
Maka terjadilah peperangan antara kelompok
Syiah Al-Hautsiyah melawan pemerintah Yaman. Pemerintah Yaman ketika itu mengerahkan
30,000 tentara dan pesawat-pesawat tempur, hingga terbunuhnya pemimpin mereka,
Husein Badruddin Al-Hautsi.
VI.Siapakah yang berkuasa di Iran?
Pada tahun 1979, terjadi revolusi Iran yang
diusung oleh Khamaeni atas kepemimpinan seorang diktator Iran, Syah Balwi
(Muhammad Reza Pahlavi). Khamaeni berjanji kepada masyarakat Iran bahwa dia
akan memperbaiki pemerintahan Iran dengan secepat dan sebaik mungkin, demi
maslahat bersama. Tapi apa kenyataannya? Ternyata Khamaeni lebih diktator
daripada Syah Balwi.
Khamaeni telah membuat peraturan baru di
Iran, dengan menggabungkan sejarah Syiah, yang disebut “Wilayatuh Faqih”.
Maksud peraturan tersebut bahwa Wilayah (keberhakan dalam kepemimpinan) harus
dari Imam yang suci dari segala kesalahan dan dosa. Dan sudah tidak dipungkiri
lagi ummat Syiah meyakini kesucian Imam Ali bin Abi Thalib, dan ke-11 Imam
Syiah lainnya (oleh karena itu kita ketahui dengan nama Syiah Itsna ‘Asyar,
karena mereka memiliki 12 Imam Syiah, seperti yang telah saya sebutkan dalam
halaman sebelum ini).
Dan “Wilayatul Faqih” disebut seperti
demikian, karena Imam mereka yang ke-12 (menurut mereka Al-Mahdi Al-Muntadzor)
telah menjanjikan “ilmu laduni” (ilmu yang tiada batasnya kepada siapa yang
telah mencapai derajat alim dalam ajaran Syiah), dan dia pantas akan menjadi
Imam yang suci dari apapun. Dan dia juga yang akan memimpin semua ummat Syiah
di dunia ini. Oleh karena itu, bagi siapapun yang mempercayai akan “Wilayatul
Faqih”, maka mereka harus tunduk terhadap Imam Syiah besar, yaitu Khamaeni.
Dari sinilah Khamaeni mengambil peran
penting dengan menjadikan undang-undang Iran yang baru dibawah pengawasannya.
Dan Khamaeni membikin “Majlis Al-Khubro-u”, yang anggotanya dipilih dari
pemilu, tetapi dengan syarat, bahwa calon anggota Majlis harus berasal dari orang-orang
Syiah Itsna ‘Asyar. Dan harus meyakini akan adanya “Wilayatul Faqih”. Maka
terpilihlah Ayatullah Ali Khamaeni menjadi Mursyid Majlis Al-Khubro-u memimpin
majlis tersebut.
Maka setelah Mursyid Iran yang terpilih,
Ayatullah Ali Khamaeni berhak akan pengaturan dan penertiban undang-undang
Iran, serta berhak memberi perintah kepada seluruh pasukan militer perang Iran.
Dan dia pula berhak untuk mencopot pangkat seorang petinggi dalam militer,
maupun pemerintahan.
Agar kediktatoran ini tidak terlihat, dibuatlah
presiden yang menjadi kepala Negara Iran. Dia menjabat menjadi presiden di
Iran, tetapi tidak memiliki kewenangan dalam kebijakan Iran sepenuhnya.
Dan selanjutnya, Khamaeni membuat “Majlis
pembuat Undang-undang” (fungsi majelis ini serupa dengan DPR di Indonesia).
Ironisnya, majlis ini terdiri hanya dari dua belas anggota saja, dan enam
anggota dari mereka sudah terpilih oleh Mursyid Syiah Iran (Ayatullah Ali
Khamaeni).
Di Iran ada dua partai kuat yang memiliki
andil besar dalam pemilu, yakni Partai Al-Muhafidzin dan Partai Al-Islahiyyin.
Dua partai ini ada, tidak lain hanya partai-partai inilah yang dibolehkan oleh
Mursyid Syiah Iran, dan perselisihan diantara keduanya tidak amat besar,
dibandingkan dengan perselisihan kebanyakan partai di seluruh pemilu di negara
lain.
VIII.Bahaya Syiah
Seiring berjalannya waktu, banyak orang,
khususnya ummat Islam yang tidak mengetahui apa itu Syiah, dan sejarah Syiah
dari dahulu hingga kini. Itu akan berdampak buruk bagi umat kita yang awam, dan
bisa jadi Syiah dianggap dan setara dalam empat mazhab yang ada (Syafi’i,
Hanbali, Hanafi, dan Maliki). Dan juga banyak dampak buruk Syiah, tidak hanya
di dalam masalah furu’iyah (di agama Islam), bahkan juga di masalah ushuliyah
yang seharusnya tidak bisa diganggu gugat. Diantara siasat Syiah yang menjadi
dampak buruk bagi kita adalah sebagai berikut:
a) Syiah
memfitnah para sabahat Nabi Saw (Abu Bakar As-Shidiq, Umar bin Khatab, Utsman
bin Affan, dan lainnya), contohnya: tidak menerima riwayat hadist dari para
sahabat Rasulullah Saw. Seharusnya mereka (Syiah) sadar bahwa yang mengumpulkan
Al-Qur’an menjadi satu di zaman khalifah Abu Bakar As-Sidiq, dan dijadikan
mushaf di zaman khalifah Utsman bin Affan. Begitu pula harusnya mereka (Syiah)
ingat akan hadist Nabi Saw:
عليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي
(رواه الترميذي)
Begitu pula harusnya mereka (Syiah)
mengerti bahwa Sahabat Nabi Saw memiliki andil dalam penyebaran agama Islam
yang hakiki. Tetapi Syiah tetap saja menolak dan menghina para sahabat Nabi
Saw, diantaranya:
v
Semua Syiah Itsna ‘Asyar yang tersebar di
Iran, Irak, dan Lebanon pasti meyakini akan hinanya para sahabat Nabi Saw, oleh
karena itu mereka tidak akan menghormati para sahabat Nabi Saw.
v
Terjadinya perdebatan sengit antara DR.
Yusuf Qordowi dengan Rafsanjani (pemuka Syiah) di channel Al-Jazeera. Ketika
itu Rafsanjani dengan bangganya menghina sahabat Nabi Saw, tapi dijawab DR.
Yusuf Qordowi dengan memuliakan para sahabat Nabi Saw. Begitu pula ketika ada
soal yang diajukan kepada Khamaeni tentang hukum menghina sahabat Nabi Saw, dia
tidak menjawab dengan tegas itu Halal apa Haram, melainkan dijawab olehnya
jikalau itu membuat perpecahan diantara ummat Muslim maka hukumnya haram
syar’an.
b) Bahayanya
penyebaran pemahaman Syiah di Negara-negara Islam, seperti yang kita ketahui
sekarang di Iran, Irak, Lebanon, Bahrain, Suria, Yordania, Uni Emirate Arab,
Mesir, Afganistan, Pakistan, dan Yaman. Bahkan yang paling berbahaya jika
mereka mengaku bahwa mereka adalah ahlu sunnah, tetapi berpola pikir Syiah.
c) Terjadi
pembunuhan massal lebih kurang 100,000 muslim Sunni oleh Syiah di Irak pada
tahun 2003-2006.
d) Termaktub
di buku “Ushul Syiah”, bahwa Khamaeni menulis di buku “Al-Hukumah
Al-Islamiyyah”, bahwa para imam Syiah memiliki derajat lebih tinggi yang
tidak bisa dicapai oleh Nabi sekalipun, oleh karena itu ketika ada fatwa “takfir”
oleh Imam Syiah atas muslim Sunni di Irak, mereka (Syiah) menuruti tanpa ada
pertanyaan sedikitpun. Sehingga pembunuhan massal tidak terelakkan.
e) Ketika
Revolusi Iran pada tahun 1979, tersebarlah kabar ini ke seluruh penjuru dunia,
bahkan di Arab Saudi. Maka pada tanggal 19 November tahun 1979, terjadi
huru-hara di Masjidil Haram oleh kaum Syiah.
Demikianlah sejarah Syiah, dari dahulu
hingga kini. Dari dari sini kita harus mengikat tali kemawasan diri kita
terhadap ajaran Syiah dimanapun berada. Karena, seperti yang kita ketahui,
Syiah tidak akan bertindak semena-mena, jikalau pengikut mereka di suatu
daerah/ kota/ negara sedikit. Tapi justru mereka akan bertindak tercela jika ajaran
Syiah berkembang pesat dan pengikutnya banyak, contohnya huru-hara di Masjdili
Haram oleh pengikut Syiah pasca revolusi Iran, atas usaha Imam Syiah mereka,
Khamaeni.
Akhir kalam, kemawasan diri kita harus
dengan cara yang baik, yaitu dengan berbuat “amal ma’ruf dan nahi munkar”, sesuai
cara yang terbaik yang bisa kita lakukan terhadap ajaran sesat dalam Islam.
Wallahu’alam bissowab. Oleh: Supriyo WR
XI.Daftar Pustaka