Senyum merekah
terlukis di bibir manisnya, “ Ya Nour, gimana?”, katanya sambil memegang gaun
pengantinnya, “Inti ‘amourah ya Fatma”, kataku sambil ikut tersenyum bahagia.
Seperti ada udara segar memasuki rongga paru-paruku, senang sekali akhirnya
temanku bisa menaiki panggung pelaminan, tetapi yang membuatku lebih bahagia
adalah melihat senyum bahagia dari Mama, karena seseorang yang istimewa
disampingnya.
***
“Nooouurrr! Baba besok
pulang!”, seru Fatma sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, semua
orang di ruangan kelas ini tertuju pada kami akibat suara Fatma yang melebihi
klakson truk gandeng, “Ya lahwiii, mabrouuk ya Fatma!”, ujarku sambil
memeluknya. “Pokoknya inti harus ikut jemput Baba, harus!”, “Masyi ya Fatma”.
Fatma tidak henti-hentinya menyebutkan jenis-jenis ancaman bila aku tidak ikut
menjemput Baba. Terkadang aku suka pusing berlama-lama dengannya, karena dia
mampu berbicara 12 jam penuh, mungkin sambil tidur saja dia masih berbicara.
Bahkan kerap kali aku sengaja tidak mengangkat telepon darinya ketika mood-ku
sedang tidak baik, akibatnya keesokan harinya di kuliah aku mendapatkan bonus
ceramah satu jam darinya.
Sudah dua tahun
rasanya aku berteman dengan Fatma, sampai-sampai aku hafal dengan semua keluarganya
dan tetangga-tetangganya, karena kerap kali aku diajak berkunjung ke rumahnya.
Gadis Mesir ini berbeda dengan gadis-gadis Mesir lainnya, maka dari itu
diantara semua perempuan di kelas tiga Hadist, Universitas Al-azhar ini, cuma
Fatma yang awet berteman denganku. Lalu apa yang berbeda darinya? Dia adalah
orang yang paling sabar diantara orang-orang Mesir, tetapi hanya diantara
orang-orang Mesir, karena kalau diantara orang-orang Indonesia masih ada yang lebih
sabar darinya. Hanya satu sifatnya yang bikin aku tak tahan, cerewet!.
Besok Baba Fatma
terbebas dari penjara, setelah enam tahun dipenjara akibat tuduhan penganiayaan
seseorang. Baba bekerja di Negara Qatar, jadi kejadiannya Baba bertengkar
dengan teman sepekerjaannya yang warga asli Qatar, karena emosi orang Mesir
yang susah dikendalikan, akhirnya Baba memukul orang itu sampai babak belur.
Walhasil warga Qatar
tida terima, akhirnya Baba dipulangkan ke Mesir lalu dipenjara di Penjara Alexandria.
Mama Fatma pernah
bercerita sewaktu aku berkunjung ke rumahnya, selama Baba dipenjara Mama tidak
pernah menjenguknya. Alasannya? Karena Mama tak sanggup melihat Baba dipenjara,
dan Mama takut pingsan atau menangis meraung-raung karena terlalu cintanya Mama
terhadap Baba. Aku terkadang menangis setiap mendengar cerita-cerita dari Mama
tentang Baba, Mama sangat sangat cinta terhadap Baba. Dia selalu menunjukkan
poto Baba dari pertama mereka menikah sampai sebelum Baba dipenjara. Mama
selalu berkata bahwasannya Baba adalah orang yang terganteng sedunia.
Cita-cita Fatma adalah
menikah dengan kehadiran Baba, aku senang sekali Baba bisa hadir dipernikahan
putrinya tersayang. Fatma juga senang, akhirnya dia bisa melihat Mama dan Baba
bersatu, dan bisa berkumpul dengan kedua orangtuanya sebelum ia menikah.
***
Semua berlinang air
mata, ternyata Baba masih segagah seperti di foto enam tahun yang lalu yang
terpampang di kamar Mama. “Ya Baba, ini Nour teman baikku”, ujar Fatma
memperkenalkanku, “Ahlan wa sahlan ya Baba”, ucapku, “Ahlan bik ya Nour, dan
juga terimakasih sudah berteman baik dengan anakku”, jawab Baba.
Hajar, Muhammad,
adik-adik Fatma berebut untuk merangkul Baba, aku jadi teringat Ayahku di
Indonesia. Ketika Baba dipenjara, Fatma masih berumur 13 tahun, semenjak itu
Mama jarang di rumah sibuk bekerja demi memenuhi kebutuhan yang selama ini
dipenuhi oleh Baba. Mama bekerja sebagai koki di sebuah restaurant kecil, dan
keluarga Fatma bukan dari keluarga yang mampu, maka dari itu Mama sering
sakit-sakitan karena kerja terlalu banyak.
Sesampai di rumah
Fatma, kita semua berpesta makan-makan menyambut kepulangan Baba. Beraneka
makanan tersaji di atas karpet, aku sudah tidak sabar karena masakan Mama
sangat lezat, rumah-rumah makan yang ada di Kairo semua kalah lezatnya dengan
masakan Mama. “Baba, masakan Mama paling enak se-Kairo”, ujarku sambil
memamerkan jempol milikku, Baba tersenyum, “Ya ini alasanya Baba menikahi
Mama”.
***
“Sudah siap?”, tanya
Hajar, lalu Fatma sang pengantin wanita digiring ke Masjid dekat rumahnya untuk
melaksanakan ijab-qabul. Baba terlihat gagah dengan kemeja yang dikenakannya,
Mama pun masih terlihat cantik walaupun ada kerutan di wajahnya. Sekarang Mama
sudah tidak sakit-sakitan akibat terlalu banyak bekerja, karena sekarang Baba
membangun usaha rumah makan dekat dengan rumah mereka, sehingga Fatma bisa
melanjutkan S2 walaupun sambil bekerja untuk menambahi uang saku adik-adiknya.
Akhirnya dua
kebahagiaan milik Fatma tercapai, yaitu kepulangan Baba dan yang kedua
pernikahan. Saatnya memikirkan, kapan giliranku?. By: Nurul Azizah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar